Jakarta| Informasi TV- Benny Wullur, S.H., M.H selaku kuasa hukum dari Hendrew Sastra Husnandar (HSW) meminta Mahkamah Agung turun tangan dalam kasus sengketa lahan di Jalan Menteng Raya No 37, Jakarta Pusat.
Hal tersebut disampai melalui konferensi pers di kantor Pengacara Benny Wullur, S.H., M.H. dan Rekan, Citra towers, North towers lantai 3 unit A2, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (14/03/2024)
Dalam hal ini, pengacara Benny Wullur, S.H., M.H., sebagai kuasa hukum dari Hendrew Sastra Husnandar (HSW) dimana sebagai pemilik sah dari tanah jalan Menteng Raya No. 37 dengan alas hak berupa Hak Guna Bangunan (HGB) bekas Eigendom Nomor: 19766.
Benny menjelaskan dari awal asal muasal permasalahan ini terjadi. “Bermula saat klien kami membeli sebidang tanah di kawasan Menteng Raya pada 2007. Lahan tersebut dibeli dari Ikatan Wanita Kristen Indonesia (IWKI), ” jelasnya.
Kemudian Benny menambahkan, “Adapun pembelian tanah ini dikuatkan dengan alas hak berupa Hak Guna Bangunan (HGB) bekas Eigendom Nomor: 19766 atau di lokasi jalan Menteng Raya No. 37.”
“Adapun bukti kepemilikan Ikatan Wanita Kristen Indonesia (IWKI) atas Objek Terperkara adalah berdasarkan bukti Putusan No:838 PK/Pdt/2001/MA.RI jo Putusan No:2165K/Pdt/1998 jo Putusan No:767/PDT/1996/PT.DKI jo Putusan No:279/PDT.G/1995/PN.JKT. PST, dan Fatwah MA-RI No:KMA/132/II/2003 tanggal 28 februari 2003; Fatwah MA-RI No:KMA/224/IV/2004 tanggal 8 April 2004;
Dalam perjalanan waktu, Benny menjelaskan bahwa Kemudian muncul PT. Wijaya Wisesa Realty yang menyatakan haknya terhadap tanah Objek tanah yang disertai oleh KRMH Japto Sulistyo Soerjosoemarno, SH memasuki dan menguasai Objek Tanah tersebut;
“PT. Wijaya Wisesa Realty berdalih telah membeli tanah Objek tanah dari PT. Nirwana Harapan Tunggal melalui proses yang dianggapnya sebagai proses lelang,” pungkasnya.
Benny menjelaskan bahwa klien nya, HSW sebagai Pembeli melakukan Gugatan Perbuatan melawan hukum terhadap IWKI, PGI, PT Nirwana Harapan Tunggal, PT Wijaya Wisesa Realty, dan PT Bangun Inti Artha.
“Intinya adalah gugatan a quo Bapak Hendrew dikabulkan, dan jual beli yang terjadi baik dari awal sampai lelang telah dibatalkan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan Nomor Perkara 754/Pdt.G/2021/PN Jkt.Pst Jo. No. 882/Pdt/2023/PT DKI dan telah pula dikeluarkan Surat Keterangan Telah Berkekuatan Hukum Tetap,” jelasnya.
Kemudian Benny mengatakan bahwa selanjutnya pada tanggal 30 Januari 2024, pihaknya menerima Surat dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 948/PAN/W10.U1/HT2.4/1/2024, perihal Pencabutan Surat Keterangan Berkekuatan Hukum Tetap terhadap Putusan Nomor : 882.PDT/2023/PT DKI Jo. Nomor : 754/Pdt.G/2021/PN.Jkt.Pst..
“Tentu hal ini tidak mendasar karena sudah sangat jelas dan nyata akun e-Court Kuasa tingkat banding telah terdaftar dan tercatat dalam sistem E-Court Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” ucap Benny.
“Saya juga menegaskan, bahwa ada dugaan permainan dalam kasus ini. Dimana ” diduga” ada keterlibatan juga dari kuasa hukum dari pihak lawan kami, yaitu pengacara “HPH”, dimana “diduga” telah turut serta dalam pembatalan kasus ini, padahal sudah ada keputusan Berkekuatan Hukum Tetap (Inkracht),” pungkas nya.
Bahwa terhadap Surat dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 948/PAN/W10.U1/HT2.4/1/2024, perihal Pencabutan Surat Keterangan Berkekuatan Hukum Tetap, kami telah mengajukan keberatan dan pengaduan secara tertulis berdasarkan surat nomor: 008.11/BWA/I/2024 tanggal 30 Januari 2024 kepada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Cq. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan telah juga mengajukan pengaduan berdasarkan surat nomor: 012.11/BWA/II/2024 tanggal 28 Februari 2024 perihal Pengaduan Terhadap Pencabutan Surat Keterangan Berkekuatan Hukum Tetap (Inkracht) kepada Badan Pengawas Mahkamah Agung Republik Indonesia, Surat Pengaduan Nomor: 012.11/BWA/II/2024 tanggal 28 Februari 2024 kepada Ketua Komisi Yudisial, dan Surat Pengaduan Nomor: 013.11/BWA/II/2024
tanggal 28 Februari 2024 kepada Ketua Panitera Muda Perdata Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Atas putusan tersebut, Benny mengaku akan menggugat Panitera PN Jakarta Pusat, baik secara perdata maupun pidana. Pasalnya keputusan atas hak kliennya sudah berkekuatan hukum, namun dibatalkan sepihak saja.
“Saya berharap Mahkamah Agung, bahkan pemerintah tertinggi, Presiden RI bisa turun tangan dalam kasus ini,” ujarnya. (Ril/Rk)